Kota Tarutung dan daerah sekitarnya ternyata berada diatas gunung vulkanis yang masih aktif. Dalam peta vulkanologi diberi nama Helatoba Volcano (Gunung Helatoba) dan berada pada koordinat 2.03° Lintang Utara dan 98,93° Bujur Timur, dengan ketinggian 1.100 m dari atas permukaan laut. Lokasi ini terletak sekitar 34 km sebelah selatan Danau Toba atau sekitar 4 km dari kota Tarutung dan persisnya berada di pemandian airpanas Situmeang Sipoholon sekarang. Gunung aktif Helatoba ini adalah dari jenis Fumarole dimana terdapat 43 titik yang mengeluarkan air-panas dan ada 7 titik yang mengeluarkan semburan belerang dalam lintasan sepanjang 40 km. Mengapa namanya Helatoba?, mungkin ada kaitannya dengan Gunung Toba yang pernah meletus 75.000 tahun lalu. Karena dapur magmanya kalah besar dari dapur magma Gunung Toba maka dibuatlah namanya Helatoba yang tentusaja derajatnya ada dibawah. Atau mungkin juga dulunya putri Gunung Toba dipersunting oleh gunung yang ada dibawah Tarutung ini sehingga dinamai Helatoba (hela = menantu), sehingga hubungan kekerabatan antar gunung ini adalah antara mertua dan menantu.

Dekat dengan gunung Helatoba terdapat pula gunung aktif bernama Dolok Imun yang berjarak sekitar 6 km dari pusat gunung Helatoba dan berada pada koordinat 2,158°Lintang Utara dan 98,93° Bujur Timur, dengan ketinggian puncaknya 1505 m dari atas permukaan laut. Gunung ini terbentuk kira-kira pada akhir jaman Pleistocene atau awal Helocene yaitu sekitar 10.000 – 12.000 tahun kebelakang. Belum diketahui jenis gunung ini, tapi kemungkinan sejenis gunung stratovolcano yaitu gunung yang mungkin dapat meletus. Puncaknya bersifat decitic atau rhyolitic yang artinya memiliki dapur magma yang lebih banyak mengandung gas dan pasir silika. Sedikit kemungkinan gunung ini mengeluarkan lahar panas melainkan semburan gas bercampur pasir. Belum ada catatan pernah meletus, sudah tentu setiap saat dapat saja meletus karena belum ada peralatan deteksi yang dapat memprediksi secara tepat kapan sebuah gunung akan meletus.

Menurut pengakuan penduduk setempat bahwa ada batu-batuan disebuah anak sungai yang berada dikaki Dolok Imun dikatakan dapat bergerak berpindah-pindah. Penduduk setempat memandang secara mistis bahwa ada penghuni gaib di daerah itu yang dianggap sebagai arwah leluhur Naipospos dan memang sejarahnya dahulu membuka perkampungan pertamakali di kaki Dolok Imun itu. Naipospos yang menurunkan marga-marga Sibagariang, Hutauruk, Simanungkalit, Situmeang, Marbun (Lumbanbatu, Banjarnahor, Lumbangaol) mengakui bahwa Dolok Imun sebagai tanah leluhur milik mereka, sebagian perkampungan disekitar situ masih dihuni oleh keturunan Naipospos.

Helatoba Volcano diperkirakan terbentuk pada jaman Pleistocene yaitu sekitar antara  11.550 – 2,588 juta tahun kebelakang, termasuk jenis Fumarolic solfatara volcano sehingga aktivitasnya selalu mengeluarkan uap dan gas panas yang mengandung belerang. Diperkirakan Hela Toba pernah meletus pada tenggang waktu jaman Pleistocene, namun belum diketahui persisnya kapan. Jenis volcano yang sama seperti Yellow Stone Super Volcano yang terdapat di Amerika sudah pernah meletus tercatat sebanyak 17 kali dan yang menjadi bencana besar (catasthrope) yaitu sekitar 2,1 juta tahun kebelakang, kemudian disusul meletus lagi sekitar 1,3 juta tahun kebelakang dan yang terakhir sekitar 600.000 tahun lalu. Kedalaman dapur magma di Yellowstone sekitar 15 km dan setiap tahunnya ada kenaikan permukaan tanah sekitar 2,5 cm per tahun. Para ahli agak mengkhawatirkan akan terjadi lagi letusan besar dari Yellowstone volcano karena periodiknya memang sekitar 600.000 tahun. Apabila itu terjadi maka diperkirakan seluruh penduduk Amerika bagian utara akan punah.

Terlepas dari ancaman yang mungkin diberikan oleh alam kepada umat manusia, tetapi alam yang disediakan untuk dihuni oleh manusia merupakan karunia yang tiada tara berdayaguna untuk kehidupan umat manusia. Kebetulan di Tanah Batak diwariskan kekayaan alam yang berdayaguna untuk kemaslahatan bukan hanya untuk masyarakat Bangsa Batak bahkan mampupula bermanfaat untuk kehidupan berbangsa. Kekayaan alam berupa energi geothermal yang diwariskan khususnya di bumi Tarutung Tapanuli Utara tak ada bandingannya di kawasan Tanah Batak lainnya, mengapa tidak dimanfaatkan? Mumpung masih diberi waktu sebelum alam itu menjadi murka.

Sejumlah 43 titik yang mengeluarkan air-panas (hot spring) dan 7 titik menghasilkan sulfur, sungguh suatu warisan yang disiasiakan. Kalau diibaratkan sebagai makanan berlimpah yang siap saji, kemudian tidak dimakan dan terbuang percuma, lantas kita akan menyebutnya mubazir dan merupakan dosa tak berampun. Upah perbuatan dosa tersebut tentu akan dialami oleh sipelaku sepanjang hidupnya. Bangsa Batak terkenal sebagai bangsa yang memiliki kecerdasan prima bahkan untuk kategori dunia tiada lagi tandingannya setelah Bangsa Palestina kemudian Bangsa Jahudi dan Bangsa Batak pada posisi ke-3 dan masih layak naik podium kejuaraan. Demikianlah kata hasil sebuah survey. Ternyata kepintaran hanya dimiliki oleh bangsa lain dan kecerdasan tidak cukup ampuh untuk menghantarkan bangsa ini mengangkat supermasinya bahkan hanya untuk setara saja dengan bangsa-bangsa lain ternyata masih jauh panggang dari api. Kepintaran adalah buah dari proses belajar, kecerdasan hanyalah potensi genotip untuk gampang menjadi pintar. Ternyata, walaupun gampang menjadi pintar bila tidak pernah mau belajar dari kenyataan, akhirnya kelaut juga.

Mata airpanas yang terdapat di Ria-ria Sipoholon sudah pernah dianalisa oleh para ahli geothermal dan berkemampuan besar untuk menghasilkan energi geothermal yang dapat dikonversikan menjadi energi listrik, atau bentuk-bentuk energi tepatguna lainnya. Padahal energi ini merupakan blue energy yang oleh siapapun tidak akan tersinggung bila dimanfaatkan semaksimal mungkin, bahkan tuhanpun tidak akan pernah komplain bila memang untuk meninggikan harkat hidup umatnya. Apalagi bila semua potensi titik-titik geothermal tersebut dimanfaatkan maka takterbayangkan  bagaimana jadinya Tarutung atau Tapanuli Utara. Titik-titik geothermal seperti Riaria, Hutabarat, Tapian Nauli, Saitnihuta, Simamora, Ugan, Sitompul, Panabungan, Hutatonga, Dolok Sitare, Sipolhas, Parbubu, Pansurnapitu, termasuk sesar-sesar di sekitar Sibatubatu, Sigeaon, Sibadak, Siborboron, Martimbang, Jorbing, Pintubosi. Alamak…. kaya kali Taput ini bah…

Penelitian dengan metode analisa geolistrik, geokimia, dan geomaknit telah ditemukan data-data awal untuk meyakinkan bahwa potensi ini jangan lagi diperlama untuk dimanfaatkan. Kedalaman panas antara 200 – 1400 m dibawah permukaan tanah dengan temperatur antara 142-230°C yang dikategorikan sebagai moderate temperature sudah mampu menghasilkan cukup energi listrik  dengan teknologi menengah saja. Untuk 1 titik di Riaria Sipoholon saja ditaksir dapat menghasilkan 300-400 megawatt. Bagaimanapula bila dimanfaatkan potensi dari titik-titik lainnya? Wah… akan berlimpah ruah energi yang tersedia untuk memutar roda perekonomian.

Dibanding dengan sumber energi lainnya, maka pemanfaatan geothermal enrgy adalah yang termurah. Dari hasil studi di Amerika bahwa produksi energi dengan gas akan lebih mahal 17% dan batubara lebih mahal 25% dibanding geothermal energy, disamping itu masa pakai pembangkit lebih tahan lama sekitar 30 tahun dengan biaya awal yang hanya setengahnya. Bahkan lebih murah dibanding sumber energi nuklir disamping faktor resiko kerusakan lingkungan.

Geothermal energy yang terpasang di Indonesia sebanyak 15 unit masih sebesar 797 MW (2005) dan hanya memenuhi 6,7% kebutuhan energy Indonesia, dan hanya 2,2% dari potensi Geothermal Energy yang ada. Pembangkit Geothermal yang ada di Indonesia masih terpusat di Pulau Jawa seperti di Lumajang, Salak, Dieng, Wayang Windu, Kamojang, Darajat, Lahendong (Sulawesi) dan Sibayak (Sumut) dengan kapasitas sangat kecil hanya 2 MW, yang rata-rata kedalaman reservoir antara 1.000-2.000 m. Tentu untuk titik-titik yang ada di Tarutung tidak perlu berbiaya tinggi harena kedalaman sumur yang relatif dangkal.

Sekarang ini sudah dimulai pembebasan lahan untuk jalan ke lokasi pembangunan PLTP Sarulla di Tapanuli Utara dengan kapasitas produksi listrik sekitar 330MW. Mudah-mudahan proyek ini tidak mengalami hambatan agar dapat berproduksi sesuai rencana sekitar 4 tahun mendatang sudah rampung berproduksi.

Sumber: Bupatitaput, Dep. ESDM, Geothermal, Volcano, Volcano Asia, US Geological Survey.