Melihat Sumatera Dari Lintas Tengah
(Jakarta – Medan Menyetir Sendiri)
Oleh: Maridup Hutauruk
Setir Sendiri
Sudah sekitar dua tahun penulis tidak melintasi Jalur Lintas Sumatera dimana selama tiga tahun sebelumnya selalu dilintasi tiga atau empat kali per tahun baik Lintas Timur, Lintas Tengah, Lintas Barat. Banyak melihat menjadi banyak tau, mungkin menjadi salah satu motivasi sehingga penulis lebih menikmati perjalanan yang selalu dilakukan berulang kali bahkan sudah puluhan kali dilakukan.
Kebetulan masa liburan sekolah maka kali ini penulis bersama istri dan dua anak terkecil berniat melintasi Lintas Tengah Pulau Sumatera. Cukup seorang diri saja yang menyetir dalam menempuh perjalanan hampir 2.500 Km itu. Tak ada yang perlu dikawatirkan, walau biasanya perjalanan seperti ini selalu didampingi oleh teman atau supir untuk bergantian melintasi Pulau Sumatera ini. Tak apalah, sebelumnya sudah pernah dua kali perjalanan hanya disupiri sendiri, mengapa pula kali ini tidak! Lagi pula perjalanan ini bersifat privasi bersama istri dan anak-anak.
Mobil Kia Pregio tahun 2005 sudah cukup luas dan leluasa untuk perjalanan jauh ini. Jog dibelakang supir yang terdepan diputar balik berhadapan dengan jog tengah saling berhadapan dan jadilah ruang yang cukup luas untuk dua anak SD leluasa bermain sambil menikmati perjalanan. Jog paling belakang dilipat agar lebih luas diisi dengan barang-barang bawaan. Mesin diesel 2.700 CC dengan AC Double Blower, suspensi empuk, walau tidak sekencang atau selicah mobil van lainnya tetapi sangat reliable untuk perjalanan ini.
Persiapan sudah matang, tangki solar terisi penuh, barang-barang bawaan sudah on board. Tekanan angin ban dan kondisinya, ban serap – checked, Wiper depan dan belakang – checked, kesiapan tools ala kadarnya seperti kunci roda, dongkrak, lampu senter – checked. Beberapa botol besar air mineral berguna untuk minum atau untuk mencuci windshield plus sabun colek agar setiap saat kaca depan tetap cemerlang dan bila setiap saat turun hujan tidak menjadi buram karena pengembunan. Siiiippplah persiapannya.
Memulai Perjalanan
Tepat Rabu 22 Juni 2011 jam 22:30 WIB kami bergerak perlahan meninggalkan rumah dari Kalisari Jakarta Timur. Masuk akses Tol Cawang-Grogol berjalan lancar sampai menjelang akses Tangerang sudah dihambat kemacetan panjang oleh sejumlah truk yang memang pada siang harinya dilarang memasuki Tol Dalam Kota Jakarta. Semua kendaraan sekitar satu kilometer panjangnya merangkak menaiki fly-over akses Tol Tangerang.
Perjalanan Jakarta-Merak melalui tol ini dirasa cukup menjengkelkan. Banyak perbaikan jalan yang membuat kemacetan panjang di banyak titik perbaikan sepanjang Jakarta-Merak. Sepertinya pihak pemborong jalan kurang memperhatikan kepentingan dan kenyamanan pengguna jalan tol. Rasanya tak mungkin mereka tidak tau mencari metode yang menguntungkan semua pihak. Perbaikan yang dilakukan di sembarang jalur membuat laju kendaraan menjadi lebih banyak macetnya daripada lancarnya.
Perjalanan Jakarta-Merak yang biasanya mampu dicapai dalam dua jam ternyata harus ditempuh selama lebih dari empat jam, sungguh pemborosan BBM yang mubazir. Setelah menunggu sekitar lima belas menit untuk masuk ferry, tepat jam 03:00 WIB Kamis 23 Juni 2011, kami sudah berada di Ferry menuju Bakauheni. Sekitar setengah jam Kapal Roro ini memuat berbagai kendaraan maka tepat jam 03:30 WIB kapal membunyikan tanda angkat jangkar dan mulailah menyusuri Selat sunda selama kira-kira dua setengah jam pelayaran.
Hari masih subuh sewaktu kami keluar dari Kapal Roro di Pelabuhan Bakauheni. Pagi itu perjalanan dilangsungkan menyusuri Jalan Lintas Sumatera. Kilometer perjalanan baru menunjukkan 184 Km ketika kami mampir untuk makan di RM Siang Malam di Lampung Selatan. Jam menunjukkan 07:45 WIB pada Kamis 23 Juni 2011. Menu makanan dengan lauk udang goreng, sate, ayam goreng, ayam gule plus gado-gado cukup enak disantap dengan nasi pulen. Harga makanan cukup wajar dan tidak mahal.
Setelah makan dan istirahat sekitar empat puluh lima menit di RM Siang Malam di Lampung Selatan, sekitar jam 08:32 kami meneruskan perjalanan dengan santai. Sepanjang perjalanan pagi itu sudah mulai terlihat pemandangan yang tidak terpikirkan sebelumnya yaitu antrian panjang kendaraan disetiap Stasiun Pengisian BBM. Awalnya kami tidak mengkhawatirkan tentang antrian ini dan dianggap karena kemungkinan saat bersamaan saja kendaraan-kendaraan itu perlu mengisi BBM.
Indikator BBM di mobil sudah menunjukkan garis tengah yang artinya dua grade diatas garis rest stock BBM di dalam tangki. Biasanya penulis terbiasa mengisi tangki BBM mobil sampai full-tank dengan maksud agar tangki tidak mengalami pengkaratan di dalamnya. Untuk mobil yang kami kemudi berbahan bakar Solar sebaiknya mengisi BBM jangan pada saat indicator menunjukkan garis rest dengan alasan untuk mencegah fuel-pump tidak kemasukan angin yang dapat mengakibatkan kendaraan ngadat dan bahkan mogok, apalagi pada kondisi jalan yang naik turun yang memungkinkan kemiringan jalan mengakibatkan pompa bahan bakar ini masuk angin.
Untuk amannya BBM semestinya diisi, tetapi setiap SPBU (Stasiun Pengisian BBM Umum) selalu antri panjang. Harapan masih ada untuk pengisian di SPBU lainnya. Indikator BBM hanya tinggal satu gade diatas garis rest, sementara SPBU yang dilalui semuanya mengalami antrian panjang dan bahkan tutup karena tak ada stock. Di SPBU Batu Raja pada Odometer sudah menunjukkan perjalanan sejauh 529 Km. Posisi indicator sudah mendekati rest ketika kesempatan ini dianggap sebagai keberuntungan mengisi BBM walau hanya dijatah maksimal hanya senilai Rp 150.000 (33,33 liter) saja. Ketika petugas SPBU ditanya mengenai suasana antrian, diperoleh jawaban bahwa kelangkaan BBM ini sebenarnya sudah berlangsung lama sekitar dua bulanan, katanya.
Setelah istirahat sebentar di Baturaja, perjalanan dilanjutkan menuju Muara Enim. Setelah menempuh perjalanan sejauh 145 Km dari Batu Raja dan tiba di Muara Enim jam 01:00 WIB hari Jumat 24 Juni 2011. Mampir dan beristirahat di depan sebuah Rumah Makan. Rumah makan terlihat sepi dan tidak ada pengunjung tetapi suasana cukup terang dan cocok untuk istirahat tidur di dalam mobil dengan nyenyak sambil tak lupa membuka sedikit kaca depan kiri dan kanan. Lumayan pulas tidurnya di jog depan yang direbahkan.
Pada pukul 04:00 WIB hari Jumat 24 Juni 2011 setelah istirahat tidur selama tiga jam. Odometer menunjukkan angka 674 Km ketika tiba di Muara Enim. Perjalanan menuju Lahat cukup menyenangkan. Jalan yang dulunya rusak parah dua tahun lalu, saat ini sudah mulus dan diperlebar. Lahat dilalui dengan nyaman, Tebing Tinggi dilalui dengan lancar walau kondisi jalan masih tetap seperti dulu yang belum di perlebar. Sepanjang perjalanan ini ada terlihat perkembangan pertumbuhan masyarakatnya. Rumah-rumah disepanjang jalan semakin banyak.
Istirahat mandi, makan dan membersihkan kaca-kaca mobil di RM Fitria di Kikim Barat. Odometer menunjukkan perjalanan sudah ditempuh sejauh 786 Km. Mandi di kamar mandi yang kotor dan berbau, makan dengan resep menu yang kurang pas memang menjadi pengalaman yang wajar. Banyak para pekerja kontraktor yang terlihat di RM ini. Banyak juga kerumunan orang yang sedang menunggu kedatangan Bis Antar Lintas. Terdengar suara agen-agen bis yang memanggil orang-orang yang bertujuan ke Lampung, Jakarta, bahkan ada juga yang ingin menuju ke Jogja.
Selesai istirahat di RM Fitria di Kikim Barat ini, perjalanan dilanjutkan. Jam menunjukkan 07:50 pada hari Jumat 24 Juni 2011. Tebing Tinggi dilalui, Muara Beliti dilalui, Lubuk Linggau dilalui, dan pengisian BBM Solar baru ditemui di Pelawan. Setelah lolos dari antrian BBM, pengisian Solar full-tank Rp 210.000 (46,66 liter) pada Odometer tertera angka 1.016 Km. Setelah makan soto ayam lalu tidur sekitar satu jam di saung yang disediakan oleh pihak SPBU. Perasaan lega melanjutkan perjalanan karena takut terperangkap antrian menunggu supply kedatangan BBM di SPBU seperti yang dialami oleh antrian panjang kendaraan di setiap SPBU yang terlihat sepanjang perjalanan.
Di daerah Sorolangun-Bangko, kami mengambil kesempatan istirahat di sebuah gubuk saung pinggir jalan yang biasanya digunakan penduduk setempat untuk berjualan buah hasil buminya. Kebetulan saung ini dalam keadaan kosong dan cukup aman untuk parkir mobil. Berkesempatan memasak air untuk seduh kopi. Kompor portable dengan gas botol ukuran aerosol. Cukup praktis dan menikmati kopi sambil memakan nasi bungkus yang sebelumnya sudah dibeli di Sorolangun karena saat itu masih relative pagi. Selesai istirahat, jam menunjukkan pukul 14:40 dan Odometer sudah menunjukkan perjalanan sudah sejauh 1.142 Km.
Bangko dilewati, Muara Bungo dilewati, Kiliranjao dilewati. Perjalanan didaerah ini dapat dilalui dengan top-speed. Kebetulan Kia-Pregio hanya mampu dipacu pada kecepatan 110 Km/jam saja dengan tidak memaksa mesin bekerja keras. Sekitar 70 Km sebelum Solok, berkesempatan mengisi Solar di SPBU yang sudah selesai dari antrian. Solar diisi Rp 150.000 ( 33,33 liter) pada Odometer menunjukkan jauh perjalanan sudah 1.353 Km. Setelah menempuh perjalanan lanjutan sejauh 160 Km melewati Solok, Singkarak, kemudian beristirahat di SPBU di Padang Panjang yang sedang menunggu pasokan BBM. Jam menunjukkan pukul 23:00 WIB. Mengambil parkir di sebuah pojok strategis di SPBU, demikian juga beberapa pengemudi lainnya baik mobil pribadi maupun truk melakukan hal yang sama untuk beristirahat. Istirahat dan tidur selama lima jam.
Beberapa menit sebelum Jam 04:00 WIB subuh hari Sabtu 25 Juni 2011 mesin mobil dipanaskan. Odometer menunjukkan angka 1.513 Km sewaktu meninggalkan SPBU di Padang Panjang ini. Tidak ada pengisian Solar di SPBU ini karena tangki masih berisi solar yang cukup melanjutkan perjalanan. Perjalanan berlanjut menuju Bukit Tinggi. Setelah Bukit Tinggi dilalui, Bonjol dilewati, Lubuk Sikaping dilampaui, Panti dilewati, kemudian Rao sebagai batas antara Sumbar dan Sumut dilewati.
Sepanjang pengamatan penulis melakukan perjalanan di tiga jalur Lintas Sumatera, maka selama enam tahun terakhir ada terlihat geliat perubahan pembangunan oleh rakyat disepanjang Lintas Tengah Sumatera. Menyusuri beberapa propinsi seperti Lampung, Sumatera Selatan, Jambi, Sumatera Barat, maka rumah-rumah disepanjang lintas tersebut telah mengalami perbaikan. Ada pertambahan rumah baru, sedikitnya melakukan renovasi dan pengecatan sehingga terlihat relative bersih dan rapih ceria. Hal ini menunjukkan adanya indikasi perekonomian rakyat disepanjang lintas tersebut meningkat.
Perbatasan Sumatera Barat – Sumatera Utara terlewati, maka perjalanan mulailah memasuki Wilayah Tanah Batak di Sumatera Utara. Mulai Muara Sipongi, Kota Nopan, Penyabungan, terlihat rumah-rumah disepanjang jalan lintas tersebut sepertinya sudah berpuluh tahun tidak mengalami perubahan yang berarti. Ada kekumuhan, ada ketidak teraturan, ada kemiskinan, dan intinya ada keprihatinan. Begitu kontras perbedaannya dengan daerah-daerah di Propinsi yang sudah dilalui sebelumnya. Tidak terlihat perekonomian rakyat di perbatasan wilayah Tanah Batak ini kearah yang lebih baik. Apa penyebabnya? Apakah Pemda-nya tidak mendapat dukungan dana? Apakah Pemdanya tidak mampu meningkatkan pertumbuhan rakyatnya? Apakah rakyatnya yang tidak mampu mengambil kesempatan untuk bertumbuh? Atau memang tidak ada suasana yang kondusif didaerahnya untuk bertumbuh? Banyak pertanyaan tak terjawab !
Setelah menyusuri daerah Penyabungan, kemudian mampir di Lia Garden untuk beristirahat dan makan. Lia Garden di Penyabungan ini sepertinya menjadi favorit penulis untuk melepas lelah apalagi bila membawa keluarga. Ini yang ketiga kalinya mampir di Lia Garden yang memang dikelola secara professional. Porsi yang lengkap untuk Kota Penyabungan memiliki Lia Garden sebagai Taman bermain anak-anak, Rumah Makan, Kolam Renang. Bersih dan tertata rapih dan harga makanan yang wajar cukup mewakili untuk bersantai dan melepas lelah.
Bunga-bunga beraneka warna mengitari saung-saung lesehan. Ada juga meja dan kursi makan dibawah payung-fantasi. Ada pula deretan meja dan kursi untuk makan ala restoran. Ada pula meja kursi dibawah naungan rindangnya pohon. Posisi ruang masak yang luas di bagian depan memperlihatkan keaktifan jurumasak dan pelayan yang sopan-sopan. Dapur-kotor dibagian belakang tertata rapih dan bersih. Beberapa perangkat mainan anak seperti ayunan sentrifugal, ayunan putar, ayunan sampan, dan jenis lainnya, belum lagi kolam renangnya yang bersih, terutama kamar kecil yang bersih dan tidak menjijikkan. Lengkaplah kelelahan lepas dan santai bila beristirahat di Lia Garden di kota kecil Penyabungan ini.
Perjalanan dilanjutkan dari Lia Gerden di Jalan Lidang Penyabungan pada saat Odometer menunjukkan 1.757 Km. Perjalanan menuju Padang Sidempuan yang berjarak sekitar 70 Km melalui jalan yang kurang baik. Banyak terdapat kupasan-kupasan aspal yang sepertinya karena tergerus oleh air hujan dan terlihat sudah lama tidak mengalami perbaikan. Padang Sidempuan dilalui dan berlanjut menuju Sipirok. Isi tangki solar sudah perlu mendapat perhatian. Di setiap SPBU yang dilalui tidak tersedia BBM. Terpampang papan tanda berbunyi ‘Bensin Habis’ dan ‘Solar Habis’. Kekhawatiran mulai menyelimuti perasaan karena jalan yang akan dilalui menuju dimana tak ditemukan lagi SPBU. Harapan pengisian hanya ada di Sipirok. SPBU pertama dilalui dengan keadaan kosong stock. Harapan terakhir hanya tinggal pada satu lagi SPBU di pinggiran Sipirok. Perjalanan diteruskan dengan kondisi indicator menuju rest. Bila SPBU terakhir ini tidak tersedia BBM maka terpaksa harus mampir disitu untuk menunggu sampai pasokan BBM masuk.
Syukur-Alhamdulillah, SPBU terakhir ini tersedia stock. Kata petugas, baru saja selesai pengisian antrian panjang dan masih tersisa stock dan penulis mengisinya sampai full-tank seharga Rp 210.000 (46,66 liter). Odometer sudah menunjukkan perjalanan sejauh 1.872 Km. Menurut petugas pengisian, antrian panjang sudah terjadi tiga hari belakangan. Suasana pada sore saat itu sedang hujan deras, perjalanan dilanjutkan menuju kawasan rawan yang disebut Aek Latong. Kawasan ini sudah puluhan tahun tidak pernah dapat dilalui dengan nyaman melainkan harus bertaruh nyawa.
Perjalanan Menyabung Nyawa
Tiba di Aek Latong sore hari. Jalan berbatu licin karena sedang diguyur hujan. Semua kendaraan berjalan lambat dan hari-hati karena jalan berbatu yang tidak rata dan berkubang, licin, memang membahayakan. Sesekali harus berhenti untuk saling memberi jalan kepada kendaraan dari arah berlawanan. Tiba pada posisi kecuraman 45° sepanjang 100 meter memang harus ekstra hari-hati kalau tak mau nyawa melayang. Truk yang ada didepan penulis dipersilahkan untuk turun lebih dahulu sementara penulis menunggu suasana aman untuk melintas. Pada saat truk di depan telah sampai di dasar curaman maka penulis mulai melakukan penurunan dengan memilih-milih jalan terbaik diantara kubangan batu.
Truk di depan sudah mencoba untuk naik pada pendakian dengan kemiringan sekitar 35° namun tak mampu dan melorot sampai ke dasar curaman untuk mencoba mengambil ancang-ancang. Setelah beberapakali mencoba, yang ke tujuh kalinya truk tersebut berhasil melaluinya.
Memang penurunan di Aek Latong dari arah Sipirok lebih besar derajat kemiringannya oleh karenanya kendaraan yang dari arah Tarutung menuju Sipirok khususnya bus dan Truk lebih banyak menggunakan jasa Derek dari bulldozer beroda rantai baja, tentu dengan membayar jasa Derek sejumlah uang yang lumayan, kabarnya Rp 150.000. Sewaktu penulis menuruni curaman yang licin, terlihat dasar curaman dengan perasaan bagaikan sedang menuruninya dengan Roller Coaster yang pernah dinaiki penulis di Taman-Ria Jakarta dahulu, atau di Ancol, atau di Genting Island. Sungguh mengerikan! Sesampai di dasar curaman, setelah menunggu truk yang di depan sudah berhasil melewati tanjakannya, maka bersiap-siaplah mendapat giliran untuk naik. Sesaat berancang-ancang tak lupa penulis memintakan istri dan dua anak untuk berdoa memohon keselamatan.
Pengalaman dan teknik mengemudi, baik praktek maupun teori menggunakan berbagai macam kendaraan sudah cukup membantu dan meyakinkan untuk berhasil sampai di puncak jalan. Pengalaman yang sama pernah pula dialami di Kawasan Bengkulu dekat Liwa. Dengan tenang Kia-Pregio dijalankan menggunakan persnelling satu. Tak perlu menekan pedal gas dengan dalam, yang akan mengakibatkan ban slip di batu-batu licin dan berkubang itu. Kecepatan lambat dipertahankan stabil sambil memilih arah jalan yang lebih baik. Sebaiknya arah kendaraan tidak langsung lurus menanjak tetapi sebaiknya diarahkan zikzak agar mendapat derajat kemiringan yang lebih kecil. Akhirnya sampai di puncak jalan dan berhasil lolos dari taruhan nyawa.
Korban Nyawa
Beberapa jam setelah penulis dan keluarga berhasil melewati Cekungan Aek Latong, maka pada dini hari Minggu 25 Juli 2011 sekitar jam 02:00 WIB, sebuah Bus ALS (Antar Lintas Sumatera) dari arah Medan tujuan Bengkulu mengalami celaka di Aek Latong ini dan menelan korban meninggal 19 orang setelah tak sanggup menanjak dan tercebur kedalam danau.
Diantara korban tewas dalam kecelakaan itu yang dikumpul dari beberapa media, disebutkan:
- Trisnawati (53) alamat Medan Tembung,
- Assifa Azzahra (7), warga Jalan Bayangkara Medan,
- Dahniar (56) warga Jalan Bayangkara Medan,
- Putri Balkis (15), warga Jalan Bunga Raya Medan Sunggal,
- Eka Santi (30), warga Jalan Bunga Raya Medan Sunggal,
- Maulida Asmar (45), warga Jalan Bunga Raya Medan Sunggal,
- Rohana (55), warga Bengkulu,
- Kumala Sari (11), warga Bengkulu,
- Husni Amalia (9) warga Bengkulu,
- Dedi (30) warga Padang,
- Desi Triviona (5) warga Lubuk Pakam,
- Popy Mustika Rani (12) warga Lubuk Pakam,
- Siti Rahayu (30) warga Lubuk Pakam,
- Dinda Partiwi (5) warga Bengkulu,
- Rizki Anugrah (5) warga Rao Sumbar,
- Desi Indriani (30), warga Pasar III Nedan Tembung,
- Yuni (9), warga Pasar III Medan Tembung,
- rendi (5), warga Pasar III Medan Tembung,
- Dimas (3), warga Pasar III Medan Tembung.
Sebelum peristiwa jatuhnya Bus ALS sudah terjadi juga kecelakaan yang sama akibat kondisi yang rusak parah tersebut. Disebutkan baru-baru ini sebuah Kijang Kapsul LGX diseruduk oleh Terios dari belakang hingga tercebur ke telaga, kemudian terios tersebut menabrak truk di depannya hingga terjun pula ke telaga, dan peristiwa ini menelan korban tewas juga.
Korban Marga Satwa Vs Korban Marga Manusia
Yang menjadi keheranan dan menjadi pertanyaan adalah sikap pemerintah di Daerah dan di Pusat mengenai Kondisi Aek Latong. Tak mungkin manusia-manusia modern tak mampu mengatasi kondisi alam demikian, tetapi kenyataannya akses jalan ini sudah sangat lama mengalami kerusakan sangat parah dan berbahaya.
Aek Latong adalah satu-satunya akses yang menghubungkan secara langsung dua kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Selatan dan Tapanuli Utara melalui jalan Negara di Lintas Tengah Sumatera. Kawasan ini disebut Luat Pahae menjadi tempat bermukimnya komunitas Batak di perbatasan antara Tapanuli Selatan dan Tapanuli Utara.
Lumayan banyak manusia tersohor yang berasal dari Luat Pahae ini, sebut saja Menteri PU pertama Ir. Mananti Sitompul, Komponis Batak Siddik Dis Sitompul, bahkan orang-orang tenar bermarga Sitompul sekarang ini termasuk marga-marga lainnya ber-ibupertiwi (bonapasogit) di Luat Pahae ini sudah eksis kehidupannya di oerantauan.
Di kawasan ini terdapat pula Hutan Lindung Marga Satwa yang pada dasarnya dapat dibuka sebagai pengalihan akses Aek Latong. Mungkin kebijakan para pengambil keputusan lebih mementingkan terjadinya Korban Marga Manusia dari pada Korban Marga Satwa? Karena dengan membuka akses baru sepanjang sekitar dua kilometer membelah Hutan Lindung Marga Satwa, persoalannya mungkin sudah dapat teratasi, bahkan alternative penyelesaian teknis lainnyapun tidak pernah dijalankan.
Kehidupan masyarakat disepanjang Lintasan Jalan Negara di Luat Pahae ini sejak berpuluh tahun yang lalu tidak ada terlihat kemajuannya. Kondisi rumah-rumah penduduk yang lusuh, kotor, dan lapuk menunjukkan tidak adanya peningkatan ekonomi keluarga walau Indonesia sudah merdeka selama 66 tahun. Harus berapa kali merdeka lagikah kawasan bagian dari Tanah Batak ini mendapat sentuhan memanusiakan manusia?
Tidak jauh dari Aek Latong kearah Barat yang juga masih kawasan Luat Pahae di Kabupaten Tapanuli Utara, beberapa waktu yang lalu menjadi kawasan bencana yang merusakkan rumah-rumah secara massive. Dari data yang diperoleh, sebanyak 777 berbagai jenis bangunan mengalami kerusakan (parah, sedang, ringan). Sebelumnya disebutkan bahwa Pemprov Sumut kurang tanggap atas berita gempa bumi tersebut karena hanya berkekuatan 5,5 SR pada 14 Juni 2011 yang dianggap tidak begitu merusak secara umum dan kenyataannta cukup merusak sehingga kemudian Pemprov Sumut cukup aktif melaksanakan penanggulangannya.
Salah satu alasan penulis untuk menelusuri Lintas Tengah Sumatera adalah untuk melihat dengan mata kepala sendiri apa dan bagaimana kondisi kawasan Pahae itu, paska terjadinya gempa bumi 14 Juni 2011 lalu. Setelah melintasi Jalan Lintas Negara di kawasan terjadinya gempa, memang tidak begitu terlihat adanya kerusakan-kerusakan pada bangunan di jalur lintas Jalan Negara tersebut, tetapi pada saat itu ada banyak kendaraan pribadi dan kendaraan pengawal pejabat yang sedang parkir, serta banyak kerumunan orang terutama di desa-desa diluar jalur Jalan Lintas Sumatera. Sepertinya sedang ada acara oleh para pejabat pemerintahan mengenai bencana alam itu.
Lanjutan Perjalanan
Penulis melanjutkan perjalanan menyusuri Jalan Lintas Sumatera itu menuju Kota Tarutung. Biasanya sesampainya di Simpang Empat Hutabarat perjalanan dapat dilanjutkan melalui Jalan Mayjen M. Junus Samosir yang hendak langsung menuju tempat peristirahatan di Pemandian Air Panas Sipoholon. Pada saat itu jalan Mayjen M. Junus Samosir tertutup untuk umum yang ternyata sudah lebih dua bulan Jalan Lintas Negara itu terputus karena ada gorong-gorong yang jebol sehingga semua kendaraan dialihkan melewati Pusat Kota Tarutung yang sudah sepi dari geliat keramaiannya. Terlihat jalan alternative yang sejajar dengan aliran sungai Sigeaon sudah mengalami kerusakan yang lapisan permukaan jalannya sudah terkelupas sepanjang 4 Km hingga ke Pasar Sirongit Sipoholon. Air Sungai Sigeaon di sekitar Pasar Sirongit sampai ke Pemandian Air Panas Sipoholon terlihat kering sehingga dasar sungainya sudah kelihatan.
Penulis mengejar tempat beristirahat berikutnya yaitu di Kota Balige sebagai tempat kelahiran istri tercinta. Dua SPBU di kota ini dikerumuni antrian panjang menunggu pasokan BBM yang belum masuk. Kia-Pregio diparkir di depan rumah mendiang mertua pada Odometer menunjuk angka 1.990 Km dan jam menunjukkan pukul 19:00 WIB pada hari Sabtu 25 Juni 2011. Diniatkan untuk beristirahat seharian di Kota Balige ini sambil mengunjungi sanak saudara. Keesokan harinya direncanakan untuk menuju Medan sejauh 240an Km lagi. Keesokan harinya Minggu 26 Juni 2011, perjalanan dilanjutkan menuju Kota Medan dengan taksiran waktu tempuh perjalanan enam jam.
Sampai di Kota Medan sekitar pukul 19:00 WIB dan mengisi Solar full-tank Rp 165.000 sekitar satu Km jaraknya dari rumah orang tua tercinta di Kawasan Sukarame. Odometer menunjukkan angka 2.236 km. Perjalanan sejauh 2.236 Km ini hanya mengkonsumsi Solar senilai Rp 885.000 atau setara 196,67 liter saja, atau setara hampir 11,37 Km per liter.
Kok Bisa Pulau Sumatera Langka BBM
Secara total Pulau Sumatera mengalami kelangkaan BBM. Lima Propinsi yang dilalui oleh penulis melalui Jalur Lintas Tengah Pulau Sumatera (Jakarta-Medan) mengalami kelangkaan BBM diantaranya Propinsi Lampung, Propinsi Sumatera Selatan, Peopinsi Jambi, Peopinsi Sumatera Barat, dan Propinsi Sumatera Utara.
Apabila memang ada pengalokasian porsi atau jatah kebutuhan BBM di setiap Propinsi tersebut dan terjadi pula kekurangan pasokan kebutuhan yang mengakibatkan terjadinya antrian panjang kendaraan-kendaraan yang umumnya kebanyakan adalah kendaraan niaga seperti truk dan pickup, berarti ada peningkatan kegiatan ekonomi di masyarakat. Tetapi pejabat perminyakan mungkin tidak memandangnya ke arah itu, melainkan hanya terfokus kepada adanya penyelundupan BBM?
Apabila ada diissukan oleh pengelola BBM Nasional tentang penimbunan dan penyelundupan BBM, berapa sih jumlahnya? Besarkah pesentasinya dibanding dengan kebutuhan yang sebenarnya oleh masyarakat? Terkadang terlihat kebijakan selalu terfokus untuk menanggunangi masalah kecil dan melupakan persoalan yang lebih besar tentang meningkatnya kebutuhan BBM oleh masyarakat.
Ada kekhawatiran bahwa apabila kelangkaan pasokan BBM ini berlanjut berlama-lama maka akan berpengaruh kepada kegiatan perekonomian masyarakat khususnya di Pulau Sumatera. Mungkin terjadi pula kelangkaan ini di daerah lain di luar Pulau Sumatera, tetapi objek pemantauan untuk sementara ini yang terlihat oleh mata kepala sendiri adalah di Pulau Sumatera di sepanjang Jalan Lintas Tengah Pulau Sumatera dengan melakukan perjalanan dari Jakarta sampai ke Medan. Boleh jadi aka nada kelumpuhan perekonomian di Sumatera.
Indonesia sebenarnya merupakan kawasan pengusahaan minyak bumi tertua didunia setelah pengeboran pertama minyak bumi dilakukan di Negara Bagian Pensylvania Amerika Serikat di tahun 1859. Kawasan lading minyak di Pulau Sumatera sudah ditemukan di Palembang tahun 1858, di Muara Enim tahun 1864, walaupun pada saat itu belum dilakukan pengeborannya, bahkan sejarah purba Kerajaan Sriwijaya sudah menggunakan bahan minyak bumi untuk bola-bola api dan melemparkannya dengan pelontar dalam peperangan di laut. Tercatat juga bahwa pada tahun 972 utusan Kerajaan Sriwijaya berkunjung ke Cina membawa kendi-kendi berisi bahan minyak bumi yang pada masa itu digunakan sebagai bahan obat-obatan utamanya untuk kulit dan pencegahan serangan myamuk.
Pengusahaan minyak bumi pertama juga pertamakali didirikan di Sumatera utara, tepatnya di Desa Telaga Said, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat, Propinsi Sumatera Utara, sekitar 110 Km arah Barat Laut Kota Medan. Tahun 1883 Sultan Langkat memberikan konsesi untuk eksplorasi minyak bumi kepada Aeilko Jans Zijlker yang berlokasi di Desa Telagasari.
Tahun 1884 dimulainya pengeboran dan kilang pengolahan minyak (refinery) dibangun di Pangkalan Brandan dan selesai tahun 1892 untuk produksi massal atas pengelolaan Royal Dutch Petroleum Company (NV Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij). Kemudian berdiri lagi perusahaan Nederlandsche Indische Exploratie Maatschappij pada tahun 1895 untuk daerah konsesi di Jambi, Sumatera–Palembang Petroleum Maatschappij tahun 1897 dibentuk untuk Kilang Bayung Lincir, Muara Enim Petroleum Maatschappij untuk Kilang Plaju dan pemipaannya dari Muara Enim, Tahun 1912 perusahaan swasta Standard Oil of New Jersey (SONJ), mendirikan Nederlansche Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM) yang mampu memproduksi 20.000 barrel per hari dari sumur Talang Akar-Lahat dan kilangnya di Sungai Garong Sumatera Selatan, Pada tahun 1924 Standard Oil of California (Socal) mendirikan Nederlandsche Pasific Petroleum Maatschappij (NPPM) untuk pengeboran Blok Semangga Pekan Baru dan produksi yang besar diperoleh dari sumur Minas-1 di tahun 1944.
Sejarah panjang perminyakan Pulau Sumatera tidak seharusnya dilupakan sehingga kegiatan perekonomian yang berkaitan dengan penggunaan BBM harus dihambat dengan kebijakan pengetatan pasokan BBM ke seluruh SPBU di Pulau Sumatera. Apakah ini bukan sebuah kebijakan? Kalau bukan, mengapa serempak seluruh Pulau Sumatera kekurangan pasokan? Memang tragis apabilah daerah penghasil minyak harus kekurangan minyak seperti terdengar pula adanya kekurangan pasokan di daerah Kalimantan.
Disebutkan bahwa di Indonesia dari Sabang sampai Merauke terdapat 60 cekungan yang berpotensi mengandung minyak bumi dan gas, dan baru 38 cekungan yang sedang dieksplorasi sementara 22 cekungan lainnya belum disentuh. Cadangan minyak bumi Indonesia diperkirakan sebesar 7,9 Million Stock Tank Barrels (MMSTB). Sementara sasaran jangka panjang produksi minyak bumi Indonesia (2006-2025) ditargetkan mampu menghasilkan 1,4 Juta BOPD (Barrel of Oil Per Day) dan produksi saat ini kira-kira sedikit dibawah 1 juta BOPD.
Kilang pengolahan yang tersedia di Indonesia sebenarnya mampu mengolah seluruh produksi minyak mentah yang dihasilkan, tetapi minyak mentah Indonesia tetap saja dieksport sebagai satu dari sepuluh komoditas primadona eksport yang menguntungkan. Mengapa demikian? Ramuan-ramuan bahasa para ahli dan pemegang kebijakan yang mampu menjawabnya.
Kilang tua pertama di Pangkalan Brandan Sumatera Utara yang berkapasitas 5 ribu barrel sudah ditutup sejak tahun 2007. Kilang yang masih beroperasi seperti Kilang Dumai 127 ribu barel/hari, Kilang Sungai Pakning 50 ribu barel/hari, Kilang Plaju 145 ribu barel/hari, Kilang Cilacap 348 ribu barel/hari, Kilang Balikpapan 266 ribu barel/hari, Kilang Balongan 125 ribu barel/hari, Kilang Cepu 5 ribu barel/hari, Kilang Sorong 10 ribu barel/hari, sehingga total kemampuannya adalah lebih dari 1 juta barrel per hari, yang semuanya dikelola tunggal oleh Pertamina.
Bila kemampuan Kilang Minyak di Indonesia setara dengan jumlah produksi minyak mentah, lalu ekport minyak mentah juga dilakukan, jadi apa yang sedang diproduksi di Kilang-kilang Indonesia itu? Tentu saja mereka mengerjakan pengilangan minyak mentah yang diimport oleh Indonesia dari Negara lain. Mengapa harus demikian? Banyak definisi dan formula yang mampu dijelaskan oleh Pertamina dan kalangan terkait.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengungkapkan bahwa sepanjang 1 Januari hingga 27 Maret 2011, sebanyak 24 provinsi telah mengkonsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis premium melebihi kuota yang ditetapkan ABPN 2011. “Untuk itu, kami akan memperketat pengawasan premium supaya tidak lagi melebihi kuota,” demikian kata salah seorang anggota BPH MIGAS kepada wartawan di Jakarta pada Kamis 31 Maret 2011.
Ada 10 dari 24 provinsi dengan tingkat konsumsi BBM bersubsidi jenis premium tertinggi melebihi batas kouta yang ada, diantaranya Sumatera Utara 106,1%, Sumatera Barat 107,8%, Jambi 107,7%, Sumatera Selatan 106,5%, Kepulauan Riau 104,7%, Bangka Belitung 109,7%, Kalimantan Tengah 105,9%, Banten 104,4%, Jakarta 107,4%, Jawa Barat 104%.
Melihat kenaikan tingkat konsumsi BBM itu sebenarnya mengindikasikan adanya peningkatan kegiatan ekonomi rakyat di kawasan tersebut. Lalu apakah peningkatan kegiatan itu bukannya yang harus dipacu menuju peningkatan kesejahteraan masyarakat? Mengapa harus mewujutkan semacam hukuman sebagaimana dalam Kalimat yang disebutkan oleh anggota BPH MIGAS itu? inilah yang menjadi kebijakan sehingga terjadinya kelangkaan BBM di seluruh Pulau Sumatera dan dengan sendirinya kegiatan ekonomi yang meningkat harus dipaksa untuk ditekan agar kemiskinan tetap terjadi disana. Enam Daerah dari 10 yang disebutkan itu memang propinsi yang ada di Pulau Sumatera, lalu mengapa tidak terjadi kelangkaan pasokan untuk Banten, Jakarta, dan Jawa Barat? Sementara antrian di SPBU disepanjang Lintas Tengah Sumatera yang di pantau 90%nya adalah kendaraan truk dan pickup yang memang digunakan untuk kegiatan ekonomi.
UUD, Bahasa Setan atau Bahasa Tuhan?
Mungkin semua rakyat Indonesia akan mengatakan bersyukur bahwa semua daerah, wilayah, etnis merasa bersatu sebagai wujud dari Kemerdekaan yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 dan bernaung pada Pancasila dan UUD- 1945. Tetapi mungkin saja saat ini ada yang mengatakan dalam hatinya sebaiknya tidak usah merdeka kalau pengelolaan Negara ini tidak lagi tergambar dalam naungan Pancasila dan UUD-1945.
Negara ini sudah terbentuk sejak Proklamasi Kemerdekaan selama 66 tahun. Mungkin banyak pendapat tentang kemajuan Negara, Bangsa, Rakyat yang menjadi argumentative bila dibandingkan dengan kemajuan Negara-negara lain. Sejarah pengelolaan Negara ini telah banyak mengalami pergolakan yang di berbagai sisi kehidupan berbangsa, dan salah satunya adalah kebijakan untuk merubah UUD-1945 menjadi UUD-2002 untuk beberapa pasalnya yang menyangkut hajat hidup orang banyak (rakyat).
Mari kita coba membandingkan Pasal-33 antara UUD-1945 dengan UUD-2002:
Pasal 33 (UUD-1945)
- Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
- Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
- Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 33 (UUD-2002)
- Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang.
UUD-1945 Pasal 33 Ayat 2-3, sudah sangat jelas terdefinisi yang berorientasi kepada kemakmuran rakyat. Apa yang tidak jelas pada ayat-ayat itu? Ayat-1 & Ayat-2 itu sudah mengandung makna dan pengartian yang sangat jelas menjadi pegangan bagi rakyat bahwa mereka memiliki hak atas penyelenggaraan Negara dan Ibu Pertiwinya. Mengapa harus diganti dengan hanya Ayat-2 Pasal 33 UUD-2002, dengan kalimat yang sama sekali tidak mengandung kepastian sebagai pegangan rakyat.
Merujuk kepada UUD-1945 Pasal 33 Ayat-2 yang berkaitan dengan kelangkaan BBM bahwa siapapun rakyat itu, apakah masyarakat Pulau Sumatera atau Kalimantan berhak mempertanyakan Pertamina sebagai Perusahaan Milik Negara yang satu-satunya sebagai pengelola ketersediaan BBM untuk digunakan oleh masyarakat Pulau Sumatera dan daerah lainnya yang mengalami kelangkaan BBM.
Merujuk kepada UUD-1945 Pasal 33 Ayat-3 yang berkaitan dengan kelangkaan BBM di Sumatera dan daerah lainnya, bahwa Pulau Sumatera masih termasuk penghasil minyak bumi yang cukup besar untuk Negara ini, mengapa BBM harus langka keberadaannya di pulau ini? Apakah ini yang disebut ‘Pagar Makan Tanaman?’
Tak ada yang dapat dirujukkan kepada UUD-2002 Pasal 33 Ayat-2 berkaitan dengan kelangkaan BBM di Pulau Sumatera. Terlalu bertele-tele, memakan waktu yang lama, dan menyulitkan untuk mencari-cari undang-undang mana yang melindungi masyarakat Pulau Sumatera berkaitan dengan tuntutan kebutuhan BBM sebagai energy penggerak kehidupan mereka. Yang lebih mengusik sanubari adalah adanya pemutarbalikan kedudukan UUD dengan UU lainnya. Mengapa UUD harus merujuk kepada UU dibawahnya? Apakah UU menjadi lebih tinggi dari UUD?
Kita memang harus terus mencari dan mencari, mana bahasa tuhan dan mana bahasa setan! (mph)
Butuh Peta Lintas Sumatra oleh Ir. Mulyadi, disini>>>
August 5, 2011 at 4:37 pm
Bersyukur sy bisa menemukan artikel ini ditengah pencarian artikel ttg kondisi jalan lintas sumatera. Rencananya sy mau mudik ke sumbar lebaran ini, sekalian mau tanya bagaimana kondisi jalan lintas tengah saat Bpk dan keluarga menempuhnya? Di titik mana saja jalan rusak? Informasi dari Bpk akan sangat membantu dan terima kasih sebelumnya.
August 5, 2011 at 9:29 pm
@Nana
Hampir tak ada jalan yang dikhawatirkan melewati Lintas tengah. Tidak seperti 2 tahun lalu dikawasan lahat terdapat berpuluh km jalan rusak, malah sekarang sudah bagus dan di perlebar. Ada sedikit rusak sporadis selewat Lahat dan sepertinya tidak menjadi masalah, dan mobil sedan boleh lancar. Yang perlu diperhatikan justru titik2 jalan yang sedang dipotong disana sini dan pada saat itu masih belum diperbaiki. Saya yakin jalan yg sedikit rusak itu sudah dibetulkan,
Penulis lebih merekomendasikan lewat Lintas Tengah ini bila ingin ke Sumbar disamping jarak tempuh lebih pendek juga karena Lintas timur sudah padat dengan truk. Sedikit ada agak macet di sekitar lampung sebelum masuk persimpangan lintas tengah.
Selamat menikmati perjalanan ke kampung halaman di Sumbar yg sudah semakin indah dan bersih.
August 8, 2011 at 2:31 pm
Artikel yg bermanfaat, terima kasih. Dengar kabar ada jembatan rubuh di daerah sumatera selatan sehingga jalan ke arah sumbar di alihkan. Apakah benar? Trus Pak Maridup jalan non stop, malampun tetap jalan. Selepas kota bumi disebutkan jalannya sepi dan kanan kiri jalan hanya semak dan kebun. Apakah rawan bagi kita jika tetap jalan malam hari? Kemudian issunya ada rampok juga di jalan hutan sumatera selatan, benarkah? Mohon penjelasannya karna rencananya lebaran ini aku mau mudik ke pasaman bawa mobil sendiri sama keluarga.
August 9, 2011 at 11:20 pm
Thanks bung Raihan. Pada saat perjalanan saya itu tidak ada jembatan yang rubuh, malah banyak jembatan baru dibangun. Kalau tak salah jembatan yang diberitakan terancam roboh adalah di daerah Pagar Alam yang ke arah Bengkulu (Sungai Kecil), sementara yang kita lalui adalah lintasan Muara Enim-Lahat-Lb Linggau. Menurut pengalaman bila ada jembatan rusak (Sungai Kecil) langsung di buat jembatan darurat, jadi tidak perlu terlalu dikhawatirkan.
Mengenai melintasi kawasan sepi (hutan di malam hari) saya mensiasatinya dengan mengikuti truk dari belakang, disamping mencegah sorotan lampu dari depan yang membuat cepat lelah dan kantuk, juga merasa ada kawan seperjalanan. Tidak perlu dipacu kencang tetapi cepat lelah, toh akhirnya nanti istirahatnya jadi makan waktu lama. Sebaiknya malam hari mengikuti laju truk dibelakangnya, jangan mengikuti dibelakang Bis Antar Lintas, karena mereka cenderung ngebut.
Mengenai rampok, alhamdulillah belum pernah dialami dan belum pernah dilihat walau sudah belasan bahkan lebih duapuluh kali melintasi berbagai Lintas Sumatera. Yang penting kendaraan layak, siap mental untuk tenang, jangan buru2 waktu, karena pengalaman diperjalanan ternyata kendaraan yang ngebut kencang akhirnya sering ketemu juga karena mereka kelelahan berkonsentrasi sehingga istirahatnya memakan waktu lebih lama. Selamat mencoba !
August 8, 2011 at 6:15 pm
Terimakasih banyak pak Maridup, tulisannya sangat berguna buat saya yg rencananya akan mudik ke Medan lewat lintas tengah. Sekalian mau sedikit bertanya mengenai jalur Aek Latong yang ‘mengerikan’. Apa tidak ada jalur lain menuju Medan pak selain lewat Aek Latong? Terimakasih banyak sekali lagi 🙂
August 9, 2011 at 11:37 pm
Thanks bung Febrian. Ada lintasan alternatif menuju Medan tetapi tambah waktu tempuh sekitar 2 jam yaitu dari Padang Sidempuan mengambil jalur menuju Sibolga (Tapanuli Tengah) trus ke Tarutung. Sebaiknya lewat lintasan ini karena Aek Latong pasti belum aman apalagi menggunakan kendaraan kecil (mini van, sedan). Cuma lintas Sibolga – Tarutung banyak kelokannya dan jalannya agak sempit (bila penumpang cenderung mabuk dipersiapkan aja obat anti mabuk dan kantong plastik) tetapi kalau cara bawa kendaraan mulus tanpa banyak menggunakan rem, sedikit banyak mencegah penumpang yg mabuk). Kalo pake resep kuno supaya ngga mabuk dikantongi aja batu kerikil, maksudnya supaya duduknya agak terganggu (ngga nyaman) sehingga kerja otak hanya tertuju ke batu yang mengganggu itu? tetapi sesampai di tarutung batunya dibuang aja, atau kalau mau ya jadikan aja jimat hehehe…. Anyway, selamat mencoba.
August 12, 2011 at 10:55 am
Terima kasih atas info perjalanan ini Bang, sungguh sangat bermanfaat dan menyentuh hati juga. Semoga ada Pejabat yang punya mata, punya hati dan punya nyali untuk dapat merubah semua keterbelakangan pembangunan yang hampir tidak pernah dirasakan oleh sebagian anak bangsa ditengah kemegahan kemerdekaan yang telah di peroleh Ibu Pertiwi ini. Terharu baca artikel bagus yang Abang tulis ini tetapi sedih sangat menusuk di hati juga. Pertanyaanya Apakah benar Pemerintah ini ingin memajukan kesejahteraan Umum, mencerdaskan kehidupan bangsa ataupun melindungi warga negaranya?????? Pidato Bapak Presiden yang sangat indah dan bersahaja yang sangat menjaga wibawa dan citranya sebagai pemimpin bangsa yang menjanjikan pembangunan yg berkesinambungan dan merata di seluruh pelosok negeri, dimana buktinya Pak Presiden? Apakah cukup gerakan tanganmu aja yang melambai-lambai saat pidato? Sungguh aku sangat kecewa…..berapa banyak lagi orang akan korban di Tanjakan Aek Lontung? beranikah Pak Presiden kita yang tercinta lewat tanjakan aek Lontung? atau kalau ngak gini aja deh…suruh aja Ruhut Sitompul yang nota bene kader demokrat sebagai wakil rakyat katanya untuk melintas disana toh dia juga anak Batak daripada mulutnya capek berkoar-koar di parlemen yang katanya demi kesejahteraan rakyat.
Kembali ke arus mudik ke Medan Bang…..kira-kira lintas mana yang sebaiknya di pilih apabila mau ke Pematang Siantar Bang? Timur atau Tengah kah Bang?
Terima Kasih,
Munthe
August 13, 2011 at 7:55 am
Terima Kasih Bang Munthe. Semakin cinta negeri membaca komentar anda.
Seperti yang sudah kita bahas diatas, berdasarkan pengalaman di Lintas Timur, kita akan dipusingkan dengan arus padat terutama oleh truk yang konvoi, akhirnya kita tidak bisa juga kejar waktu. Yang enak melalui Lintas Timur adalah pilihan untuk istirahat di setiap Pangkalan Truk Lintas Timur lebih banyak. Istirahat di pangkalan truk menurut saya lebih enak, aman dan biasanya disediakan bale-bale utk tidur. makanan murah dan air biasanya banyak.
Tetapi untuk lebih menyenangkan mengendarai, saya lebih suka Lintas Tengah. Kalau mau ambil Lintas Tengah maka setelah Padang Sidempuan lalu ambil jalur ke Sibolga aja (Jangan ke Sipirok untuk menghindar Aek Latong), lalu masuk Tarutung dan tembus ke Siantar. Jangan Lupa mampir di Pemandian Air Panas Sipoholon kampungku dan juga di Panatapan Parapat menikmati Danau Toba sambil minum teh dan telur rebus, asyik….
Kalau harus ambil Lintas Timur, sesampai di Lima Puluh, belok kiri dan tembus ke Siantar. Boleh juga dari jalur normar melalui Tebing Tinggi (Deli), masuk jalur kiri ke Siantar. Selamat mencoba Bang Munthe. Horas
August 19, 2011 at 11:13 pm
Beruntung sekali saya menemukan blog Abang Maridup ini, kebetulan kami sekeluarga insya allah mau pulang kampung ke Bukittinggi Lebaran tahun ini tanggal 27 Agustus 2011 nanti. Kalau saya baca artikel Abang ini menyarankan melewati jalur tengah sumatera ya kalau ke daerah Sumater Barat? Punya info penginapan di daerah Muara Enim atau Tanjung Enim, Bang? Rencana kami mau menginap saja kalau tiba di daerah ini malam hari.
Terima kasih infonya bang
August 21, 2011 at 8:13 pm
Terimakasih kunjungannya dek Danny. Memang saya menyarankan lebih bail lewat Lintas tengah aja, karena jaraknya relatif lebih dekat dan tidak begitu padat.
Kalau dari Bakauheni berangkat subuh, memang di Muara enim Tibanya sudah malam. Kalau memilih hotel sebaiknya jangan yang kearah Prabumulih, Lebih baik pilih yang arah Lahat. Kalau nggak salah ada Hotel Cendrawasih kira2 20-30 KM dari jembatan dan persimpangan arah Lahat. (maaf, tarifnya ngga begitu tau, tapi kayaknya ngga mahal)
Tambahan informasi bahwa Kelangkaan BBM masih berlangsung di Jalinsum, sebaiknya bawa cadangan karena antriannya cukup panjang. Kalau boleh jangan ikut antri karena Pomp Bensin cukup banyak di Jalur lintas sumatera tsb.
OK selamat mudik. Hati-hati dijalan. kalau ngantuk jangan paksakan dan sebaiknya istirahat di pomp bensin. Kalau tidur di mobil jangan menutup kaca rapat2 sebaiknya dibuka sedikit.
August 22, 2011 at 10:31 am
Bang Maridup, sy rencana mudik ke sumbar tgl 27-Agustus. Berangkat sktr jam 10 pagi dari rumah. diperkirakan sampai merak jam 13 siang. Naik kapal selama lebih kurang 3 jam dan sampai bandar lampung kira-kira jam 8 malam, sampai di kota bumi sktr jam 10 malam. Setelah kota bumi jalan sepi di area semak dan hutan, kalau kita jalan terus non stop apakah cukup aman ? Rencana sy jalan terus tanpa nginap. Orang-orang bilang aman, tapi ada juga info sebaiknya jangan. Mohon sharingnya. Terima kasih.
August 23, 2011 at 2:39 pm
Pengalaman beberapa kali lewat Lintas Tengah, saya tak pernah menghindar malam untuk stop kecuali karena ngantuk. Pada malam hari di kawasan semak dan Hutan Aman-aman saja. Pada situasi seperti ini, saya selalu menempel dibelakang truk dan biasanya banyak teman seperjalanan termasuk supir lansir kendaraan baru dari Jakarta. Mungkin aja ada yg masih dihantui suasana belasan tahun lalu yg memang kurang aman, tetapi sekarang ini tak perlu khawatir namun harus tetap hati-hati.
August 22, 2011 at 11:02 am
Wah, sungguh tulisan yang bagus Pak Maridup,
Kebetulan saya mau mudik ke Padang tanggal 24 ini, dan rencananya emang lewat lintas tengah.
Yang jadi pertanyaan, Jalur BATURAJA – TANJUNG ENIM, jalan berlubangnya masih adakah? Tahun lalu, saya mudik pake lintas tengah juga, yang rusak itu cuma di Baturaja – Tj Enim, (Berlubang)
Apakah sekarang udah ditambal?
Berhubung, mobil saya agak pendek (JAZZ).
Kalau daerah, Dharmasraya (Pulau Punjung, dan sekitarnya), jalanannya bergelombang gak Pak?
Terimakasih Pak Maridup,
August 23, 2011 at 2:48 pm
Bung Prabu. Ya memang benar ada jalan berluban tipis dan kebanyakan karena dikupas oleh PU. Sepertinya sekarang sudah tuntas di perbaiki, Kalau jalan rusak parah saat itu tak ada ditemukan. Namun perlu juga hati2 karena jalan yang dikupas ini biasanya tajan bersudut sehingga boleh jadi merusak ban.
Tidak seperti dahulu yang berkubang dalam, sekarang ini paling ada beberapa titik bergelombang dan masih layak untuk sedan2 jenis ceper dan tidak ada yang rusak panjang hanya sekitar 100-200 m aja di beberapa titik. Yang perlu hati2 justru kupasan jalan karena biasanya kita sedang lari kencang dan tiba2 saja ada kupasan oleh PU. Itu aja
August 23, 2011 at 6:29 am
Wah, dari Kalisari Om? Saya juga tinggal dekat situ. Catatan berharga, karena kami juga mau mudik lebaran.
August 23, 2011 at 2:49 pm
Iya dek Novri. Simak aja penuturan tulisan. Selamat mudik.
August 25, 2011 at 8:19 am
wah terimakasih atas infonya Bang… kebetulan besok mau mudik lewat lintas tengah
August 26, 2011 at 12:09 am
Konco. you’re welcome. Selamat mudik & tetap hati-hati diperjalanan.
August 26, 2011 at 3:39 pm
Nice info pak Maridup… 🙂
Kebetulan saya mau mudik juga, tapi rencana lewat lintas timur Padang – Palembang. Apakah ada info mengenai kondisi jalan Muara Bulian – Jambi yang sering rusak? Trus kabarnya masih terjadi kelangkaan BBM ya? Kemarin terakhir saya melintasi Padang – Palembang awal Juli masih mengalami kelangkaan, sempat juga ngecer premium jerigen 8 ribu seliter di Muara Tembesi. Kondisi jalan Muara Bulian – Jambi di awal Juli juga masih rusak parah, tapi dengar kabar dari teman bulan Agustus ini jalur Muara Bulian – Jambi sudah diperbaiki.
August 26, 2011 at 10:56 pm
Terima kasih bung Hermawanov, sekalian ini sebagai info buat pelintas Sumatra dari Jambi menuji Sumatera Barat. Baru sekali saya melintasi Jambi-Muara Bulian-Muara Tembesi-Muara Bungo dan pada saat itu memang rusak juga jalanan selepas keluar Jambi, termasuk yang ke arah Rengat-Pekanbaru rusak juga. Tetapi kondisi sekarang ini persisnya kurang saya ketahui.
Sampai sekarang kabarnya BBM masih langka juga dan sebaiknya disiapkan cadangan 5-10 liter. Kalau jumlah Pomp BBM cukup banyak di lintas Tengah dan Barat, tetapi ketersediaannya disangsikan.
Jalur Palembang-Muara Enim biasanya jalan rusak terdapat di kawasan Prabumulih. Pekanbaru-Bukit Tinggi biasanya ada juga jalanan yang rusak di sekitar Bangkinang.
Info terakhir bahwa di Lintas Tengah Sumatera sudah dipersiapkan aparat kepolisian untuk pengamanan mudik, tetapi kabarnya mereka mengaitkannya dengan bentuk rajia, jadi repot juga, dan agar dipersiapkan kelengkapan surat2.
Khusus yang membawa kendaraan jenis niaga (pickup) agar jangan lupa dilengkapi dengan Botol Pemadam dan Kotak P3K, karena ini menjadi sasaran rajia, termasuk di beberapa daerah mempersoalkan surat bongkar-muat. Pernah saya alami sewaktu membawa pickup T120S hanya karena Data Registrasi di samping mobil yg terkelupas akibat dicuci steam, menjadi persoalan juga, padahal surat2 sdh lengkap.
Anyway, Selamat Mudik, Selamat Bertemu Sanak Saudara.
September 8, 2011 at 1:50 pm
Wah senang sekali akhir saya ketemu dengan blog Bang Maridup ini mengenai info lintas sumatera nya. Salam kenal dari Saya Adi Lubis.
Da lama sekali saya tidak lewat lintas sumatera ini baik tengah maupun timur sejak tamat kuliah di jakarta, karena setiap mo mudik lebaran selalu lewat lintas timur ataupun tengah.
Saya sekarang tinggal di Duri-Riau dan ada rencana mau ke jakarta pertengahan september ini, Dari tulisan yang Bang Maridup tulis dan percakapan2 di blog ini, abang menyarankan lewat lintas tengah dan dari arah Lampung sampai lahat jalan bagus.
Yang mau saya tanyakan kalau dari Palembang ke Riau kondisi jalan bagaimana bang ? baik dari lintas tengah (yang abang lewatin) maupun lintas timur yang mungkin ada info2 nya.
Mohon infonya bang dikirim ke email saya adi.lubis@tf-fpm.com
Oh ya ada update peta lintas sumatera terbaru tidak ? saya sudah googling tapi tidak ada yang baru cuma peta lama saja di rename menjadi peta 2011 tapi info didalamnya tidak berubah.
sebelum dan sesudahnya saya ucapkan banyak terima kasih.
salam,
adi lbs
September 10, 2011 at 8:14 am
Terima kasih Bung Adi Lubis,
Kalau dari Palembang menuju Riau, jarak terdekat adalah Lintas Timur. Bila tujuannya adalah Pekanbaru atau Dumai sepertinya lewat Lintas Timur di jalur Palembang-Jambi-Pekanbaru-Dumai, Kalau mengambil jalur di Lintas Tengah untuk tujuan Pekanbaru dan Dumai sepertinya pemborosan karena ada selisih KM cukup panjang.
Memang kalau Lintas Timur banyak Titik-titik Rawan Kecelakaan, sementara dari Lintas Tengah banyak titik-titik Rawan Longsor, Jadi setiap lintasan memang harus hati-hati.
Bila dari Palembang menuju Riau melalui Prabumulih-Lahat-Lintas Tengah maka biasanya banyak jalan rusak di Prabumulih. Bila diambil dari Jambi-Muara Tembesi-Muara Bungo, juga biasanya ditemukan jalan rusak sebelum Muara Bulian atau setelah Jambi.
Jadi kalau tujuan Riaunya ke Pekan Baru atau Dumai maka lebih baik Lintas Timur dengan catatan hati-hati di titik-titik Rawan Kecelakaan.
Demikian Lae Adi Lubis.
June 27, 2012 at 4:18 am
halo bang, makasih infonya kebetulan saya lagi cari2 info mau mudik tahun ini dari medan ke lubuk linggau, ada informasi kondisi terbaru lintas tengah ga?
apa yang perlu diwaspadai lewat lintas tengah?
kemudian kalau dari siborong2 ke medan bagus lewat sidikalang berastagi atau lewat prapat siantar y bang?
makasih sebelumnya
August 7, 2012 at 4:15 am
bang, untuk lebaran 2012 ini ada info kondisi jalan nggak ya,,,? dan sepanjang lintas tengah ini jalur mana yang kondisi jalannya sempit dan berkelok-kelok…terimakasih
August 14, 2012 at 12:59 am
Terimakasi sobat-sobat yg sudah berkunjung ke blog ini, kebetulan sudah lama juga ngga update karena ada kesibukan lain.
Anyway, Desember 2011 menjelang Natal, saya meluncur Jakarta – Medan lewat jalur Lintas Timur menggunakan Opel Blazer, boleh dikata tidak ada hambatan berarti mengenai kerusakan jalan kecuali ada kerusakan sedikit di jalur Palembang – Jambi. Perlu juga hati2 kemacetan di jalur Jakarta Merak karena di Cilegon menjelang Merak sudah mulai padat kemacetan truk yang antri. Apabila melihat antrian truk yang berkepanjangan maka ambil inisiatif untuk jalur kanan. Menjelang Merak Jalur kanan (Jalur Merak – JKT = jalur berlawanan) dipakai mobil pribadi untuk menembus kemacetan, yang penting hati2 (biasanya mobil pribadi diarahkan utk menggunakan jalur berlawanan ini agar tidak terperangkap macet dibelakang truk yg stuck), hati2.
Januari 2012, saya bulak balik Medan – Jkt Via Lintas Barat (Medan-Padang-Bengkulu-Lampung-Jakarta) kondisi jalan kebanyakan mulus, namun hati-hati menjelang Muko-muko karena pada saat itu Jalan Putus karena tersapu banjir pantai dari laut. Jalur Muko-muko menuju Bengkulu agak rawan di malam hari terutama di kawansan Hutan Lindung, karena banyak Pohon yang tumbang (kemungkinan besar sengaja ditumbangkan ditengah hutan itu untuk niatan jahat oleh orang2 tak bertanggung jawab). Jalur d Lintas Barat ini relatif sepi, agar dibatasi berjalan malam.
Januari 2012, saya melintasi Lintas Tengah (Jkt-Lapung-Muara Enim-Bukit Tinggi-Sibolga-Medan) Kondisi Jalan relatif baik, dan layak utk kendaraan pribadi, termasuk aman berjalan malam, kecuali Bukit Tinggi – Pd. Sidempuan supaya dihindari jalan malam karena jalan disekitar Aek Kanopan agak rusak, sempit, dan sedikit rawan.
Pebruari 2012, saya kembali melintasi Lintas Timur (Medan-R. Prapat-P. Baru-Jambi-Palembang-Jkt). Kondisi Jalan masih baik dan layak utk kendaraan pribadi. Maret 2012 s/d saat ini, tidak tau pasti kondisi jalan di tiga lintasan itu, tetapi dari pengalaman selama ini tak ada yg terlalu dikawatirkan sepanjang kendaraan sudah dipersiapkan sebaik mungkin. Catatan: Untuk semua perjalanan itu saya mengemudikan sendirian tanpa ada supir pengganti karena penumpang lain hanya istri dan anak2 saja.
@ANDRI:
Lewat Lintas Tengah tidak begitu banyak yang perlu diwaspadai kecuali yang saya sebutkan sedikit di atas tadi, yi: kebetulan saya melintas Bukit Tinggi – Padang Sidempuan di malam hari non-stop, jadi banya kelokan berbahaya, selepas Muara Sipongi jalannya kecil dan agak rusak dan kebetulan ada beberapa lokasi sepi (Hutan), ada kelompok memalak meminta uang alasan membersihkan pohon tumbang.
Pengalaman teman yang melintassi Jalur Tarutung-Medan via Siborongborong-Sidikalang-Brastagi-Medan, katanya lebih mengasikkan dan tidak ada kemacetan sebagaimana terjadi di jalur Tebing Tinggi – Medan.
Yang mengasikkan dari Lintas Tengah bahwa masih banyak pemandangan indah disepanjang Bukit Barisan dibanding Lintas Timur. Pemandangan yang lebih indah lagi sebenarnya dari Lintas Barat yang kebanyakan menyusuri jalur pantai lautan lepas, tetapi saya tidak merekomendasikan jalur ini karena kita harus matang merencanakan ketersediaan BBM-Jarak-WAKTU Tempuh. Selamat mencoba….
@FAZLY:
Lintas tengah yang berkelok-kelok dan jalannya agak kecil adalah di daerah seperti Martapura-Muara Enim, Menuju Solok, Bukit Tinggi, Sibolga.
Catatan Penting:
– Jangan Lupa membawa Peta
– Taksir jarak tempuh yang akan dilalui supaya bisa mengatur waktu ketibaan di suatu tempat. Perlu diperhatikan bahwa kecepatan rata2 tempuh hanya mampu sekitar 30-40 KM jarak perjam (aman), jangan targetkan lebih tinggi, misalnya 70-80 km (atau anda sedang memaksakan diri).
– Anda boleh kencang untuk kondisi jalan yg memungkinkan, tetapi jangan bersikap ugal terutama karena nafsu ingin mendahului kendaraan lainnya.
– Jangan memaksakan diri untuk mengejar waktu
– Bila ngantuk, harus istirahat, jangan paksa melek dengan doping misalnya Kranting Daeng/sejenisnya.
– Makan secukupnya, sebaiknya ada makanan cemilan/minuman ringan sewaktu cruising.
– Selebihnya, ketahui kondisi kendaraan anda dan anda atur persiapan yang matang.
Catatan kecil: Pengalaman menjalani 3 Lintasan sumatera ini (JKT-Mdn) ditempuh rata2 dalam 3 hari tiga malam. SELAMAT MENCOBA BERTUALANG.
–
August 30, 2012 at 4:16 am
Selamat pagi bang…terima kasih infonya..kebetulan minggu depan ini saya mau ke mandailing natal sumut,,saya berangkat dari tanjung balai karimun kepulauan riau via kapal roro menuju dermaga roro tg buton pekan baru riau,,arah jalan mana yang yg harus saya lalui dan lebih efesien untuk menuju ke mandailing natal sumut..?? karna ini baru pertama kali saya melintas melalu jalan darat menuju sumut..mohon sarannya bang..tq…
August 31, 2012 at 9:33 pm
Selamat bergabung Bung Faisal. Memang agak sulit untuk menjawab pertanyaan ini karena bila mengukur jarak antara Pekan Baru ke Madina melalui Lintas Timur kemudian membandingkannya dengan jalur dari Bukit Tinggi, relatif jaraknya hampir sama. Tetapi untuk anda yang baru pertama melintas di jalur Sumatera maka saran saya mengambil Lintas Timur lewat Torgamba kemudian berbelok kiri di Kota Pinang menuju Padang Sidempuan. Baru kemudian melanjut menuju Penyabungan dan atau Kota Nopan.
Untuk kiembalinya nanti ke Pekan Baru dari Madina, saya kasih alternatif untuk mencoba jalur Kota Nopan-Muara Sipongi-Rao-Lubuk Skaping-Bonjol-Bukit Tinggi. Baru dari Bukit Tinggi, anda boleh mengambil jalur Bukit Tinggi-Payah Kumbuh-Bangkinang-Pekan Baru. Hitung-hitung anda mengingat kembali perjalanan sejarah di jalur perbatasan Sumut-Sumbar itu. Selamat mencoba
October 31, 2012 at 10:50 am
desember 2012 ini pulkam gak boss..biar kita bareng,saya mau ke siantar…Roy Sidauruk-Bekasi
October 31, 2012 at 5:41 pm
Betul Bung Roy Sidauruk, saya memang pulkam, sayangnya sudah harus ke Medan di awal Nopember via udara. Lain waktu mungkin dapat kita sinergikan. Saya ada niat bertualang keliling Sumatera dengan sepeda motor, mungkin lebih asyik.
November 10, 2012 at 12:19 pm
Siang Bang, Rencana Desember ini Sy & Kel dr Jkt ke Sibolga, tp mau jemput adik dulu di Sorek Pelalawan Riau, Baiknya melalui Lintas Tengah/Timur Bang? Kalau Lintas Tengah Potong ke Sorek.nya dimana Bang ya? Yg Terakhir kalau jalan terus nonstop tanpa berhenti tingkat keamanan kriminal dijalaninya bgmna Bang (daerah mana saja yg perlu diwaspadai), Sy ucapkan terima kasih sebelumnya
December 18, 2012 at 3:57 pm
informasi terbaru lintas tengah apa ada komandan, jumat ini mau liwat lintas tengah (ada hambatan yang berarti ga) mauliate
March 15, 2013 at 11:07 am
wah sangat mengasikan cerita mudinya…. sayang sy tak punya kampung halaman di luar Jawa. lain kali ikut ah bang… bertualang.
March 15, 2013 at 11:09 am
mobil berjalan lebih dari 2.000 km tak ganti oli mesin di jalan itu bang. apa tak apa-apa bang.
April 18, 2013 at 5:02 pm
Ngga apa2 bung ! karena oli sekarang itu sudah canggih (multigrade) dan berkemampuan untuk 10.000 km bahkan ada yang sampai 50.000 mil.
June 12, 2013 at 11:48 pm
Baru bulan mey ’13 saya lintas medan jakarta via jlr tengah ,dng mobil karimun tapi ban diganti velg 15 utk antisipasi medan yg rusak..saya lwt sibolga ..jadi lintas tengah cuma tapanuli tengah yang jalannya super parah …sumatera barat jalan paling mulus..jambi , sumsel oke lampung agak keriting..klo mau nyebrang ke bakauheni disaranin lewat kota/panjang jalanya mulus…o iya mulai masuk jambi bbm susah tapi jgn kwatir krn banyak jual eceran ,1lt 6 – 6,500 daripada antri bisa berjam2…asyik2 aja dijalan …aman terkendali karimun habis bensin 400 an ribu…pemandangan terbaik bagiku ya sumatera barat dengan bukit sawah bahkan sungai2 nya yg jernih ..BRAVO SUMATER
June 17, 2013 at 10:33 pm
Terimakasih Bung Singodimedjo atas info terbaru di Lintas Tengah Sumatera. Yang menjadi catatan saya dari info ini adalah tentang jalan2 di Tapteng yang parah. Berarti semuanya masih seperti yang dulu, tak pernah berubah ke arah lebih baik.
June 27, 2013 at 7:49 pm
Iya bang …yg jadi pertanyaan saya sumater uitara dgn sumatera barat topografi sama berbukit dan hutan yang sama…knp , ya.? Di sum bar jalan bisa mulus bahkan saya liht jarang ditemui tambalan klo rusak langsng di overlay..sementara sum ut mending klo ditambal yg ada jalan sebagian tak ada aspalya bagai singai kering jadi catatan saya jakarta medan cuma di tapanuli khususnya utara dan tengah yg gak layak disebut jalan propinsi ….
August 7, 2013 at 8:36 am
Yaa… begitulah Bung! Lain Lubuk Lain Ikannya
June 27, 2013 at 10:29 pm
Tapi terus terang saya menikmati prrjalanan medan jakarta , dan ga’trasa cape .. Soalnya mmng nyantai ..cuma jalan siang hari biar bisa liat panorama alam sumatera..
July 30, 2013 at 4:05 pm
Sore Bang Maridup … Rencana kami sekeluarga pulang ke Pariaman dari Jakarta 2 Agustus 2013 setelah subuh … apakah jalan lintas barat sumatera aman karena kami belum ada pengalaman untuk rute tsb dan sudah 20th tidak pulang, kendaraan kami kijang kapsul LGX … sebelumnya terima kasih atas infonya
August 7, 2013 at 8:41 am
Maaf, telat response…. Untuk Jkt-Sumbar memang jalur Lintas Barat suatu yang mengasyikkan. Pantainya itu lho…. Rancak bana… Yang perlu dihindari jalan malam adalah lintasan melalui hutan lindung antar Lampung dan Bengkulu, lainnya aman-aman aja…
July 30, 2013 at 4:51 pm
terasa nemu kawan seiring…. sy traveling sekitar feb 2012 Jambi-Sibolga-Jambi-Metro-Merak-Jakarta-Semarang….. Bener bener perjalanan tak terlupakan…
Rencana tgl 4 jul 2013 mau melakukan ritual muik via jalur mudik darat dari Jambi-Muara Sipongi-Sibolga… mudah2an kondisi jalan dan pasokan bbm sudah membaik, seperti janji Jero Wacik menteri ESDM kita itu… salam kenal bang
August 7, 2013 at 8:42 am
Memang mengasyikkan kali kawan. Kok rasanya pengen dan pengen lagi melintasi Sumatera itu!!!
July 30, 2013 at 4:52 pm
ralat….mudik tanggal 4 agustus 2013
July 31, 2013 at 10:02 am
pak. tahun ini saya mau mudik ke sumbar, bagusnya lewat lintas tengah atau timur? katanya lintas tengah lebih rawan terutama banyak orang yang tidak bertanggung jawab, benar gak sih pak. Ada rekomendasi gak pak untuk rumah makan yang bagus dan dapat dijadikan untuk tempat istirahat. terima kasih
August 7, 2013 at 12:39 am
Saya pernah overland medan – jakarta sudah lama sekali via jalur tengah sekitar tahun 2000.Pengalaman saya waktu itu merasa jalan gak ada habis habisnya (sumpah jauh banget nyetir sendiri).waktu itu masih jaman pake kaset tape sampe 5 kaset di putar dan sampai hapal urutan lagu lagunya. overall saya akan mencoba lagi tahun depan untuk overland jakarta – medan.
August 7, 2013 at 8:43 am
Coba jalur Lintas Barat Bung Rizal! Asyik….
September 2, 2013 at 3:14 pm
cerita yg menarik bang…jd tambah yakin pengen coba pake kia pregio…trimakasih
August 23, 2013 at 6:29 pm
Sebetulnya lintas sumatera memang asyik , cuma satu yang. Mengganjal …BBM knapa mesti harus diecer , itu aja….
November 24, 2013 at 12:06 pm
Bang, sy ada rencana mudik desember 2013 ini, dari jakarta ke medan dengan menggunakan mobil serena.., tlg sy dibantu informasi kondisi jalan lintas tengah dan barat, Bang apakah dengan mobil serena yg ground clereance yang agak pendek kita bs lalui jalan dengan baik dan lancar ? .., sejak dari Bakauheni kita ambil arah ke mana ya utk ke lintas tengah atau barat. Terimakasih ya Bang atas infonya.
December 18, 2013 at 9:17 am
Horas lae apa kabar,
Salut buat lae bisa menulis cerita perjalanan lintas sumatera jakarta – medan. senang membaca cerita tersebut karena keluarga saya ( ber 4 orang) juga setiap tahun merasakan kisah perjalanan tersebut dan nyupir sendiri juga seperti lae menuju kampung halaman di Jl. Sibolga KM 9 Tarutung.
Hanya yang membedakan kisah perjalanan kita adalah kami sekeluarga selalu nginap di dua tempat yaitu di Lbk Linggau dan Bkt Tinggi.
Ada yang menjadi pertanyaan saya lae, 2 x perjalanan arah balik di Muara enim menuju batu raja selalu salah jalan. yaitu di muara enim setelah jembatan ada pertigaan dan jalan tersebut waktu berangkat ga kami lalui. apa benar begitu lae…. tolong penjelasanya dan rencananya Bulan Desesmber ini juga akan pulang kampung.
Terima kasih,
Miduk Panjaitan (tolong diemail ke: ptwemaccounts@gmail.com)
Mauliate godang
January 16, 2014 at 11:41 am
horas lae.emang betul lae blg itu sangat mengasykkan pulang kampung ke sumatra pake via darat,terus terang ku bilang aku lebih senang kalau pulang kampung ke p siantar naik darat dr pada naik pesawat haram mampus suer kalau saya pulang kampung via darat ster sendiri disitulah nikmatnya saya seakan akan menyatu dgn alam tdk stres ploong rasanya,tdk seperti naik pesawat justru stres kita dr rumah ke bandara aja dan blm lg delay dan di dalam pesawat saling tdk kenal cuek malah ggk nyaman kurasa,,mulai dr thn 2001 sampai skrg tiap bulan 12 sy dan keluarga dan abang sy dr sukabumi sy sendiri d pdk gede pulkam terkhir dr pulkam tgl 26 des 2013 samapai k jkt lg tgl 6 jan 2014,,mantab mantab,kita bisa beli oleh2 ciri khas daerah yg kita lewati terutama buah durian,,emang kalau kita bw sendiri mobil apalagi ster sendiri yg di perhatikan adalah kalau sudah dtg ngantuk chirinya kita bawa mobil di lewati atau disalipin kenderaan lain padahal menurut kita uda maksimal kita bawnya trus perasaan dan mobil ngambang wah..kalau uda gitu cepat2lah kita istirahat karna ngantuk itu tdk sama dgn capek krn capek masih bs kita tahan tp kalau uda ngantuk kyknya tdk bs ditunda. kalau sudah dtg ngantuk jgn kita cuci muka itu hanya sementara krn kalau air yg diwajah kita kering ngantuk akan datang lg jgn maksa segerah istirahat dan tidur..kalau makan jgn terlalu kenyang karna kalau kenyang baru bw mobil 2 jam pasti ngantuk dtg lagi ,jd makan seadanya aja ,kalau saya maunya lapar jd ggk ngantuk saya tempuh dr pdk gede ke p siantar 4 hari 3 malam sopir 1 . saya lintastimur 4 kali sisanya lintas tengah,pengalaman uda byk sy alami mulai dari kempes ban keliru atau nyasar krn rambu kurang ggk kyk kita ke jawa sampai pelg ban pecah dilahat waktu dulu ms rawan lahat jam 11mlm sampai tabrakan karena ngantuk jam 11 mlm di pahae jae thn 2010 tgl 2 jan,yamperin espas yg sedang jln ke arah tarutung sedang kami ke arah sipirok puji Tuhan kami keluarga nggak ada yg cedera ,kap mobil ngangkat dan radiator pecah ,di derek kesarulla paginya belanja sprepart ke tarutung sorenya brkt melanjutkan perjalanan ke jakarta jadi jd menurut saya ngeri ngeri sedaplah kalau pulkam ke sumatra tapi syoorlah.
January 21, 2014 at 2:33 pm
Terima kasih Bang Maridup…… karena membaca blognya ini semangat saya terpacu dan terealisasi mudik dengan nyetir sendiri dari Mataram Lombok NTB sampai Medan Sumatera Utara tanggal 22 Desember 2013 (5 hari perjalanan) bersama keluarga……………Bravo
May 3, 2014 at 5:35 pm
fiuh…hallo bang…trima kasih atas blognya…
jadi semangat buat pulkam lebaran 2014 nanti..
May 25, 2014 at 9:42 pm
oke banget tulisannya pak, untuk pemeliharaan jalan akan lebih baik jika di kembalikan ke dinas PU masing masing daerah. semua dinas pu memiliki peralatan standar untuk pekerjaan tsb dan semua dikerjakan oleh pegawai pu. tidak cuma duduk di belakang meja menunggu sogokan dari kontraktor nakal yang selalu mengakali pekerjaanya untuk mencari keuntungan semata tanpa mmemikirkan kualitas pekerjaannya. untuk uu 2002 itukan produk dari para caleg korup,..jadi mereka juga membuat uu yg memungkinkan mereka untuk berbuat korup. mingkin pembatasan quota bbm oleh bph migas supaya rakyat nggak boleh make minyak banyak banyak. karena itu untuk di jual keluar dan duitnya untuk para pejabat dan juga kesejahteraan karyawan pertamina. sudah bukan rahasia kalo karyawan pertamina hidupnya sudah diatas rata rata… tapi itulah pak masalah di negeri ini terlalu panjang dan komplek seperti benang kusut, yg kita butuhkan adalah seorang pemim[in yang mampu membakar benang tersebut dan menggantinya dengan yg baru. tulisan bapak seperti apa yg ada di kepala saya hanya, karena keterbatasan pendidikan, saya tidak dapat mengungkapkanya dengan bahasa dan kemampuan seperti anda. yang pasti bagiamana caranya kita bisa meluruskan semua kejanggalan ini, apakah semuanya akan terus begini
June 12, 2014 at 4:40 pm
terima kasih atas infonya pak maridup….rencananya sy juga mau melakukan perjalanan dari banda aceh ke jakarta pada lebaran 2014 ini, sy tertarik dengan lintas tengah yang bpk lalui tersebut, biasanya kalau ke jakarta saya selalu melalui lintas timur karna katanya lebih aman dari faktor kriminalitas tetapi setelah membaca pengalaman bpk sy jadi ingin melihat suasana di lintas tengah ini dan ditambah pengalaman dari teman yang pernah melewati jalur ini katanya memang sangat mengasyikkan, rencananya nanti sy akan memilih jalur dari banda aceh-meulaboh-subulussalam-rimo-barus-sibolga-padang sidimpuan-bukittinggi dst, yang ingin saya tanyakan bagaimana menurut bapak tentang jalur tersebut mengingat kalau saya memilih jalur timur melaluli medan-brastagi-parapat-tarutung-padang sidimpuan yang rasanya sudah sangat bosan saya lalui apalagi menghadapi petugas di wilayah sumut yang sangat diskriminatif terhadap kenderaan yang berasal dari aceh…..tks
June 30, 2014 at 10:18 am
Bang, adakah info terbaru untuk mudik lebaran Juli 2014 ini? Banyak info di internet, sering terjadi pemalakan di daerah lampung dan sumsel pada jalan yg kondisinya jelek. Tahun ini lintas tengah sumatera apakah masih bagus jalannya? Terima kasih
July 22, 2014 at 2:53 pm
Perjalanan lintas sumatra sangatlah menyenangkan sekali saya aja yang dijakarta kalau mau ke padang lebih suka bawa mobil dari pada naik pesawat…..
September 9, 2014 at 4:42 pm
thanx infonya bang,
saya mau berangkat ke tapanuli tengah akhir bulan ini dari pekanbaru, tolong di bantu rute nya bang,
kira2 BBM habis berapa,,
December 13, 2014 at 10:17 pm
selamat malam bang,
minta tolong update kondisi jalan lintas tengah. saya berencana pulang dari bandung menuju langga payung pada akhir bulan nanti.
terimakasih sebelumnya.
salam,
Bontor Silitonga
February 1, 2015 at 1:38 pm
bani mg Maridup >>> ! aku rencana lebaran nanti mau pulang kampung ke Tarutung, sebaiknya saya lemat jalur mana bang … ? trim!s
September 27, 2015 at 2:53 pm
Halo bang klo ada wwaktu kirimkan aku peta jalur lintas sumatera ke jakarta bang. mau ke jakaerta bln desember tahun ini bang. ty. Emailku: Maridukmanalu@ymail.com
December 27, 2015 at 4:22 am
Bro Marid, saya mau pulkam ke medan via darat lintas sumatra. Tapi saya pemula. Ada kemungkinan tersesat ga ya di jalan2 lintas ni. Plang petunjuk rapi ga d spanjang jalan lintas nya? . Please bagi saran nya . Trimakasih.
September 22, 2016 at 4:45 pm
Salam buat Maridup Hutauruk.
Terima kasih untuk informasinya yang sangat baik dan bermanfaat bagi yang ingin lewat lintas sumatra.
Saya ingin bantuannya donk tentang informasi jalan dan keamanan jalur yang kita lewati.,karena Desember 2016 ini ada rencana mau pulang kampung.(Dari Bekasi – Jawa Barat Ke Kota Sibolga.)
Karena saya belom pernah melewati/Pemula.
Terima kasih..